Sunday, November 26, 2006

KUNJUNGAN KE EMERGENCY RESPONSE GROUP (ERG)


Rencana kegiatan di akhir semeseter I sebetulnya adalah kunjungan ke Helipad. Akan tetapi karena sesuatu dan lain hal dari pihak Helipad, maka kunjungan tersebut dibatalkan lalu kemudian digantikan dengan kunjungan ke Emergency Response Group (ERG). Sebelumnya kami mohon maaf atas pembatalan tersebut. Walau tak sedikit anak-anak yang merasa kecewa karena pembatalan ini, namun ternyata kekecewaan mereka dapat terobati saat melihat ekspresi mereka saat kunjungan ke ERG ini.

Kegiatan ini diadakan pada hari Kamis tanggal 16 November 2006. Persiapan keberangkatan dari sekolah dilakukan mulai jam 09.00 pagi. Anak-anak dibariskan di halaman sekolah untuk selanjutnya berjalan kaki secara tertib menuju lokasi kunjungan.


- Anak-anak berbaris kemudian berjalan kaki menuju ERG -

Tiba di lokasi ERG, anak-anak disambut oleh tim ERG yang telah menyiapkan berbagai peralatan dan perlengkapan baju untuk didemonstrasikan. Wah... ternyata ruangan kerja ERG seperti ini ya... perlengkapannya tertata dengan rapi, pastinya supaya tidak repot kalau memang ada kejadian emergency, sehingga mudah dan cepat memakainya. Karena ternyata perlengkapannya memang lumayan banyak.


- Anak-anak disambut oleh tim ERG -

- Perlengkapan ERG -

Acara diawali dengan sambutan dari Bapak Agung Winarto. Selanjutnya beliau juga memberikan keterangan tentang bagaimana kerja tim ERG ini. Yaitu cara mereka bekerja di saat terjadi emergency seperti kebakaran, kecelakaan, ataupun kejadian-kejadian yang membutuhkan pertolongan tim ini. Tidak lupa kepada anak-anak ditegaskan berkali-kali no telepon ERG yaitu 540-7777, sampai anak-anak dapat menghafalkannya.

Kemudian acara dilanjutkan dengan demonstrasi pemakaian baju untuk pemadam kebakaran (Fire Gear) yang diperagakan oleh Bapak Suardi Samba. Wah, bajunya tebal sekali. Baju ini rupanya tahan panas. Selain baju tahan panas, perlengkapan yang harus dipakai adalah tabung oksigen, tutup kepala, masker, topi, serta sarung tangan. Nah, selesai deh pakai perlengkapan bajunya, dan jika sudah lengkap berpakaian seperti ini maka sudah siap untuk melakukan tugas di lapangan.


- Fire Gear -

Eee... tapi belum selesai. Masih ada satu baju lagi yang harus diperagakan. Yaitu baju yang dipakai untuk menghadapi kejadian seperti kebocoran gas beracun ataupun zat-zat kimia berbahaya lainnya (Hazmat Gear). Baju ini diperagakan oleh Bapak Andi Alamsyah. Tidak seperti baju pemadam kebakaran, perlengkapan pernafasan seperti masker dan tabung oksigen semua dipasang terlebih dahulu, baru kemudian semuanya dibungkus oleh pakaian anti kebocoran, maksudnya dari ujung kaki sampai tudung kepala semuanya dijahit menyatu. Tujuannya tentunya agar gas maupun zat beracun tidak dapat masuk ke dalam baju sehingga mengontaminasi tubuh. Jadinya mirip seperti astronot.


- Hazmat (Hazardous Material) Gear -

Di sela-sela acara, Bapak Abdul Wahid membagikan stiker yang bertuliskan nomor telepon ERG kepada anak-anak. Namanya anak-anak kalau ada stiker pasti jadi heboh. Hehehe... tapi cepat tertib lagi kok...

Acara selanjutnya adalah melihat penggunaan kendaraan pemadam kebakaran (fire engine). Di sini anak-anak sangat antusias karena diperbolehkan untuk menaiki kendaraan yang bisa disebut truk karena memang ukurannya yang cukup besar. Secara bergiliran walaupun berebut anak-anak bergantian naik ke kabin pengemudi maupun kabin kru di bagian belakang truk.

Kabin kru ini ada dua, yang sebelah kanan untuk hose layer yaitu untuk kru yang bertugas untuk mempersiapkan hydrant untuk penyemprotan air. Sedangkan kabin sebelah kiri digunakan untuk nozzleman, yaitu kru yang bertugas untuk menyemprotkan air ke lokasi kejadian kebakaran. Nah, di kabin ini anak-anak diperbolehkan untuk duduk-duduk dan diambil gambarnyan oleh para orang tua dan guru. Seru sekali kelihatannya ya.


- Anak-anak berpose di atas truk pemadam kebakaran -

Setelah puas, selanjutnya adalah demo penggunaan selang pemadam kebakaran. Ternyata sumber airnya dari truknya sendiri lho, ada tanki airnya di bagian atas. Dengan gesit Pak Suwardi naik ke atas truk dan mempersiapkan selang, sedangkan Pak Agung di bawah tampaknya seperti sedang memompa atau memancing air agar bekerja keluar. Tak lama kemudian air menyembur dengan derasnya dari selang di atas truk yang dikendalikan oleh Pak Suardi. Oh, ternyata begitu ya cara kerjanya. Disini terjadi kejadian yang tidak diduga, karena terlalu bergembira anak-anak berlarian di bawah guyuran air yang membentuk lengkungan. Sampai ada yang terjatuh juga. Duh duh Naak... ini kan bukan permainan.

Akhirnya kegiatan kunjungan selesai sampai di sini. Sebelum meninggalkan lokasi kunjungan, anak-anak bersalam-salaman dengan Pak Agung sebagai ucapan terima kasih. Tak lupa kami para Mitra Wali yang mendampingi juga Ibu dan Bapak guru yang turut serta, mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim ERG yang telah memberikan kerjasama yang sangat baik. Jangan kapok ya Oom dan Tante dengan anak-anak yang ceria ini... hehe...




- Tim ERG yang tengah bertugas. Dari kanan ke kiri adalah Bapak Abdul Wahid, Bapak Agung Winarto, Mbak Donna, Bapak Suardi Samba, Bapak Andi Alamsyah, dan calon fire fighter (hehehe) -

Labels:

Thursday, November 09, 2006

"FENOMENA" BARU... ATAU LAMA ?

By : Ine Sena

Dalam sebuah kesempatan di suatu acara halal bihalal, saya bertemu salah seorang guru kelas 1. Biasa yang ditanyakan jika bertemu guru adalah tentang perkembangan anak kita di sekolah (syukurlah anak saya masih dalam tingkat ‘aman’ kata beliau… hehe). Setelah itu bisa diduga bahwa pembicaraan berkembang ke segala bidang (namanya juga ibu-ibu), dari masalah kurikulum, penyakit cacar air, sampai fenomena sikap acuh murid terhadap guru.

Topik yang terakhir memberikan kesan tersendiri bagi saya, karena saya dapat melihat dan merasakan sendiri fenomena ini. Rasanya berbeda di zaman kita bersekolah dahulu yang bila berpapasan dengan guru maka akan timbul rasa segan (karena hormat) dan selalu menyapa entah itu dengan selamat pagi, siang, etc. Menurut beliau anak-anak sekarang ini tidaklah demikian. Bahkan murid yang telah naik ke kelas berikutnya seperti lupa pada gurunya, alias ‘pura-pura’ tidak kenal jika berpapasan dengan gurunya dahulu.

Mengapa saya mengatakan bisa merasakan juga fenomena ini, karena saya pun mengalaminya sendiri. Meskipun bukan seorang guru, beberapa kali saya mendapat kesempatan turut membantu mengajar dalam suatu kajian keagamaan (mengajar mengaji maksudnya). Kejadian selanjutnya kurang lebih sama dengan kejadian di atas. Tetapi saya tidak terlalu memikirkan fenomena ini karena mungkin memang begitulah anak-anak sekarang, pikir saya. Namun saat ini saya cukup tergelitik untuk sedikit membahasnya di sini, yang mudah-mudahan Moms and Dads bisa mengambil hikmahnya.

Moms and Dads, membaca segelintir cerita di atas mungkin akan timbul keprihatinan atas sikap generasi muda (baca : anak-anak) kita saat ini. Kita sebagai orang tua, tak ada salahnya mengingatkan kembali anak-anak kita dalam memperbaiki sikap untuk lebih menghormati orang-orang yang lebih tua, termasuk guru-gurunya di sekolah.

Saya yakin setidaknya satu kali dalam hidup Anda pernah terlintas dalam pikiran Anda bahwa : “Saya tidak akan menjadi seperti saat ini bila tidak ada guru-guru yang membimbing saya di sekolah”. Sesungguhnya, istilah Guru Tanpa Tanda Jasa bukanlah hanya sekedar ungkapan. Tetapi memanglah bermakna sangat dalam. Bila kita mau memperhatikan, berapa orang dari teman-teman sekolah kita dulu yang kini menjadi guru? Sedangkan yang tidak menjadi guru, sekarang mungkin telah menjadi orang penting di perusahaan tempatnya bekerja bahkan di Negara ini. Sementara sebagian guru-guru kita dahulu tetaplah menjadi guru, masih tetap mengajar murid-murid yang bila dihitung mungkin sudah puluhan ribu jumlahnya. Hampir tak ada yang memberikan ‘tanda jasa’ dari muridnya kepada kepada mereka, selain bila bertemu hanya bisa mengucapkan terimakasih atas jasa-jasanya dahulu (atau malah ‘cuek’?). Atau jika pemerintahpun memberikan tanda jasa kepada mereka, atas dasar apakah? Apakah karena mereka telah menghasilkan murid-murid dengan prestasi luar biasa? Ataukah juga mencetak para ahli? Dan kalaupun tanda jasa itu ada, bentuknya seperti apakah? Tak ada yang bisa menilai jasa-jasa guru selain apa yang dirasakan oleh murid-murid dan mantan murid-muridnya. Bisa jadi tanda jasa yang tak ternilai bagi guru adalah di saat melihat murid-muridnya menjadi orang yang berhasil dan berguna.

Terlepas dari guru itu baik, galak, sempurna ataupun tidak dalam cara mengajarnya, bagi saya semua itu adalah variasi dari cara kita dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Yang terpenting adalah bagaimana kita memanfaatkan dan berusaha untuk mencapai prestasi dari ilmu yang kita dapatkan. Namun jangan dilupakan bahwa di sekitar kita banyak orang-orang yang sesungguhnya berjasa dalam kehidupan kita namun kehadirannya kadang-kadang tidak kita sadari sepenuhnya.

Kecerdasan intelektual bukanlah segalanya. Tetapi alangkah sangat bijak jika kita turut membimbing anak-anak kita untuk mengembangkan kecerdasan emosinya. Saya bukanlah orang yang berkompeten untuk berbicara mengenai hal ini karena hingga saat ini pun saya masih terus belajar bagaimana caranya mendidik anak-anak saya. Tetapi jika Anda ingin membaca salah satu artikel menarik tentang Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence / EI) vs Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient / IQ), silahkan Anda klik link berikut ini :
http://www.tabloid-nakita.com/artikel2.php3?edisi=06306&rubrik=topas

Moms and Dads, demikian sedikit ‘uneg-uneg’ yang ada di kepala saya. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Labels:

About Us

  • Name : Mitra Wali
  • Location : Papua
  • Contact Us : mitrawalikelas1@gmail.com
Our profile

Guest Book

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :))

Counter

Free Counter