« Home | BERITA DUKA CITA » | CHICKEN POX DISEASE (PENYAKIT CACAR AIR) » | OFFERING TO POST ARTICLES » | MENU 4 SEHAT 5 SEMPURNA » | OUR PARTNERS » | KEPENGURUSAN »

"FENOMENA" BARU... ATAU LAMA ?

By : Ine Sena

Dalam sebuah kesempatan di suatu acara halal bihalal, saya bertemu salah seorang guru kelas 1. Biasa yang ditanyakan jika bertemu guru adalah tentang perkembangan anak kita di sekolah (syukurlah anak saya masih dalam tingkat ‘aman’ kata beliau… hehe). Setelah itu bisa diduga bahwa pembicaraan berkembang ke segala bidang (namanya juga ibu-ibu), dari masalah kurikulum, penyakit cacar air, sampai fenomena sikap acuh murid terhadap guru.

Topik yang terakhir memberikan kesan tersendiri bagi saya, karena saya dapat melihat dan merasakan sendiri fenomena ini. Rasanya berbeda di zaman kita bersekolah dahulu yang bila berpapasan dengan guru maka akan timbul rasa segan (karena hormat) dan selalu menyapa entah itu dengan selamat pagi, siang, etc. Menurut beliau anak-anak sekarang ini tidaklah demikian. Bahkan murid yang telah naik ke kelas berikutnya seperti lupa pada gurunya, alias ‘pura-pura’ tidak kenal jika berpapasan dengan gurunya dahulu.

Mengapa saya mengatakan bisa merasakan juga fenomena ini, karena saya pun mengalaminya sendiri. Meskipun bukan seorang guru, beberapa kali saya mendapat kesempatan turut membantu mengajar dalam suatu kajian keagamaan (mengajar mengaji maksudnya). Kejadian selanjutnya kurang lebih sama dengan kejadian di atas. Tetapi saya tidak terlalu memikirkan fenomena ini karena mungkin memang begitulah anak-anak sekarang, pikir saya. Namun saat ini saya cukup tergelitik untuk sedikit membahasnya di sini, yang mudah-mudahan Moms and Dads bisa mengambil hikmahnya.

Moms and Dads, membaca segelintir cerita di atas mungkin akan timbul keprihatinan atas sikap generasi muda (baca : anak-anak) kita saat ini. Kita sebagai orang tua, tak ada salahnya mengingatkan kembali anak-anak kita dalam memperbaiki sikap untuk lebih menghormati orang-orang yang lebih tua, termasuk guru-gurunya di sekolah.

Saya yakin setidaknya satu kali dalam hidup Anda pernah terlintas dalam pikiran Anda bahwa : “Saya tidak akan menjadi seperti saat ini bila tidak ada guru-guru yang membimbing saya di sekolah”. Sesungguhnya, istilah Guru Tanpa Tanda Jasa bukanlah hanya sekedar ungkapan. Tetapi memanglah bermakna sangat dalam. Bila kita mau memperhatikan, berapa orang dari teman-teman sekolah kita dulu yang kini menjadi guru? Sedangkan yang tidak menjadi guru, sekarang mungkin telah menjadi orang penting di perusahaan tempatnya bekerja bahkan di Negara ini. Sementara sebagian guru-guru kita dahulu tetaplah menjadi guru, masih tetap mengajar murid-murid yang bila dihitung mungkin sudah puluhan ribu jumlahnya. Hampir tak ada yang memberikan ‘tanda jasa’ dari muridnya kepada kepada mereka, selain bila bertemu hanya bisa mengucapkan terimakasih atas jasa-jasanya dahulu (atau malah ‘cuek’?). Atau jika pemerintahpun memberikan tanda jasa kepada mereka, atas dasar apakah? Apakah karena mereka telah menghasilkan murid-murid dengan prestasi luar biasa? Ataukah juga mencetak para ahli? Dan kalaupun tanda jasa itu ada, bentuknya seperti apakah? Tak ada yang bisa menilai jasa-jasa guru selain apa yang dirasakan oleh murid-murid dan mantan murid-muridnya. Bisa jadi tanda jasa yang tak ternilai bagi guru adalah di saat melihat murid-muridnya menjadi orang yang berhasil dan berguna.

Terlepas dari guru itu baik, galak, sempurna ataupun tidak dalam cara mengajarnya, bagi saya semua itu adalah variasi dari cara kita dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Yang terpenting adalah bagaimana kita memanfaatkan dan berusaha untuk mencapai prestasi dari ilmu yang kita dapatkan. Namun jangan dilupakan bahwa di sekitar kita banyak orang-orang yang sesungguhnya berjasa dalam kehidupan kita namun kehadirannya kadang-kadang tidak kita sadari sepenuhnya.

Kecerdasan intelektual bukanlah segalanya. Tetapi alangkah sangat bijak jika kita turut membimbing anak-anak kita untuk mengembangkan kecerdasan emosinya. Saya bukanlah orang yang berkompeten untuk berbicara mengenai hal ini karena hingga saat ini pun saya masih terus belajar bagaimana caranya mendidik anak-anak saya. Tetapi jika Anda ingin membaca salah satu artikel menarik tentang Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence / EI) vs Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient / IQ), silahkan Anda klik link berikut ini :
http://www.tabloid-nakita.com/artikel2.php3?edisi=06306&rubrik=topas

Moms and Dads, demikian sedikit ‘uneg-uneg’ yang ada di kepala saya. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Labels:

About Us

  • Name : Mitra Wali
  • Location : Papua
  • Contact Us : mitrawalikelas1@gmail.com
Our profile

Guest Book

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :))

Counter

Free Counter